12 Persen PPN Tidak Menyebabkan Penurunan Daya Beli, Ekonom Menjelaskan Rinciannya

12 Persen PPN Tidak Menyebabkan Penurunan Daya Beli, Ekonom Menjelaskan Rinciannya

Senin, 23 Desember 2024 – 18:42 WIB

Jakarta, VIVA – Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik dari 11 persen ke 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kenaikan ini sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Baca Juga :


Ditjen Pajak sebut Bayar Pakai Cash atau Qris Sama: Merchant yang Bayar PPN 12%

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut, kenaikan PPN 11 persen menjadi 12 persen hanya menyebabkan tambahan harga sebesar 0,9 persen bagi konsumen.

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan kenaikan PPN menjadi 12 persen tidak akan berdampak signifikan terhadap daya beli masyarakat secara keseluruhan.

Baca Juga :


DJP Tegaskan Biaya Admin Transaksi Elektronik yang Kena PPN, Begini Penjelasannya

“Kenaikan PPN menjadi 12 persen dianggap tinggi oleh sebagian masyarakat, meskipun dampaknya terhadap harga barang secara keseluruhan hanya diperkirakan sekitar 0,9 persen. Hal ini relatif kecil karena barang kebutuhan pokok seperti beras, daging, sayur, dan susu tetap dibebaskan dari PPN,” ujar Josua saat dihubungi VIVA Senin, 23 Desember 2024.

Ilustrasi Pajak.(istimewa/VIVA)

Photo :

  • VIVA.co.id/B.S. Putra (Medan)

Baca Juga :


Nasdem Sebut Sikap PDIP soal PPN 12 Persen “Lempar Batu Sembunyi Tangan”

Josua menjelaskan, kenaikan tarif PPN ini sebagian besar diterapkan terhadap barang mewah seperti daging wagyu, pendidikan internasional, dan layanan kesehatan VIP. Kelompok barang ini sebelumnya tidak dikenakan tarif PPN oleh pemerintah.

“Kenaikan harga akibat PPN cenderung tidak signifikan terhadap daya beli mayoritas masyarakat karena insentif pemerintah seperti subsidi bahan pokok, bantuan sosial (bansos), dan pengurangan pajak bagi UMKM tetap diberikan,” tekannya.

Dia menjelaskan, tidak besarnya dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen ini karena skema tarif progresif yang menargetkan barang dan jasa mewah. Kemudian adanya berbagai insentif dan subsidi yang diberikan pemerintah mengimbangi dampak kenaikan PPN.

Josua menilai, berbagai stimulus yang diberikan ini membantu masyarakat untuk mempertahankan daya beli secara keseluruhan, meski tarif PPN naik dari 11 persen ke 12 persen.

Adapun DJP memberikan ilustrasi kenaikan PPN menjadi 12 persen. Misalnya untuk harga minuman bersoda seharga Rp 7.000. Dengan tarif PPN saat ini sebesar 11 persen, maka PPN yang dikenakan sebesar Rp 770, sehingga total minuman plus kena PPN 11 persen yang dibayar konsumen sebesar Rp 7.770.

Namun, pada tahun 2025 dari adanya tarif PPN 12 persen dengan harga minuman bersoda yang sama, maka PPN 12 persen menjadi sebesar Rp 840. Untuk harga minuman yang dibayarkan sebesar Rp 7.840, atau kenaikan harga ke konsumen sebesar 0,9 persen.

Halaman Selanjutnya

Dia menjelaskan, tidak besarnya dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen ini karena skema tarif progresif yang menargetkan barang dan jasa mewah. Kemudian adanya berbagai insentif dan subsidi yang diberikan pemerintah mengimbangi dampak kenaikan PPN.

Halaman Selanjutnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *