Jakarta, VIVA – Aktivis lingkungan di Bangka Belitung (Babel), Elly Rebuin turut menjadi salah satu saksi ahli yang dihadirkan dalam sidang lanjutan terdakwa kasus korupsi PT Timah Tbk, Harvey Moeis, Reza Andriansyah, dan Suparta yang digelar pada Senin 25 November 2024 kemarin.
Dia menjelaskan bahwa keberadaan smelter di Bangka Belitung (Babel) sudah banyak membawa perubahan yang signifikan dalam pengelolaan sumber daya timah dan distribusi kesejahteraan di wilayah tersebut.
Menurutnya, salah satu dampak positifnya yakni penurunan aktivitas smokel atau penyelundup timah ke luar negeri.
Selain itu, smelter juga memberikan akses lebih luas kepada rakyat untuk berpartisipasi dalam kegiatan pertambangan, yang turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
“Yang pasti, dengan adanya smelter, smokel itu menurun. Indikasinya terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang meningkat, dan monopoli tambang oleh PT Timah sudah tidak ada lagi. Sekarang rakyat juga diberi akses (pada pertambangan),” ujar Elly dalam keterangannya dikutip Selasa 26 November 2024.
Elly menyebutkan, sebelum adanya smelter, PT Timah mendominasi pengelolaan timah di Bangka. Namun, sejak perusahaan swasta diperbolehkan berpartisipasi, tercipta opsi kerja sama yang memberikan peluang kepada masyarakat untuk mengelola tambang.
“Semenjak ada swasta, itikad baik kita adalah memberikan opsi agar rakyat bisa mengelola timah, sehingga kesejahteraan mereka pun meningkat,” ucap dia.
Keberadaan smelter juga memberikan stabilitas harga timah dan mengurangi ketergantungan pada pasar gelap.
Pengelolaan Smelter dan Dampaknya pada Ekonomi Lokal
Pentingnya Badan Hukum dan Pajak bagi Pengepul dan CV
Pengepul atau CV yang beroperasi diwajibkan memiliki badan hukum dan membayar pajak, sehingga meningkatkan kontribusi kepada pemerintah daerah dan negara. Meskipun demikian, tantangan tetap ada. Aktivitas penyelundupan timah ilegal masih terjadi, meski sudah menurun. “Smokel masih ada. Kemarin baru ada yang tertangkap. Yang kita takutkan adalah mereka yang menambang tanpa izin, merusak lingkungan, dan hasilnya dijual ke luar negeri,” kata sumber.
Tantangan Kriminalitas dan Ekonomi
Dengan bergulirnya kasus korupsi PT Timah, banyak perusahaan smelter terpaksa berhenti beroperasi, yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK). Para penambang rakyat pun mulai berkurang karena sulitnya memperoleh izin penambangan rakyat dan berkurangnya jumlah smelter yang beroperasi. Hal ini berdampak pada kemampuan ekonomi masyarakat dan memberi efek domino pada aspek sosial, termasuk tingkat kriminalitas.
Reklamasi dan Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang
Reklamasi lahan bekas tambang dilakukan secara sporadis untuk memulihkan kawasan yang rusak. Banyak lahan bekas tambang dimanfaatkan untuk berbagai fasilitas, termasuk kantor pemerintahan. Keberadaan smelter tidak hanya mengurangi penyelundupan dan memberikan stabilitas ekonomi, tetapi juga mendorong masyarakat untuk terlibat secara legal dalam tambang, sembari memastikan keberlanjutan lingkungan melalui reklamasi yang bertanggung jawab.
Kesejahteraan Masyarakat dan Kerja Sama
Kesejahteraan masyarakat tetap menjadi prioritas, terutama bagi mereka yang hidup bergantung pada tambang timah. Pentingnya kerja sama antara pemilik lahan tambang dan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) agar rakyat tetap dapat terlibat secara legal dalam kegiatan tambang. “Dengan konsep kerja sama ini, kita bisa menyelamatkan mereka yang tidak paham hukum. Yang penting mereka punya akses kerja tanpa menyelundupkan hasilnya,” jelas sumber.
Tantangan seperti smokel dan kriminalitas tetap menjadi perhatian, namun langkah-langkah yang telah diambil menunjukkan arah perbaikan yang signifikan. Semenjak ada swasta, itikad baik kita adalah memberikan opsi agar rakyat bisa mengelola timah, sehingga kesejahteraan mereka pun meningkat. Arah perbaikan yang signifikan telah terlihat dengan keberadaan smelter yang dapat menekan penyelundupan timah dan memberikan dukungan ekonomi bagi Bangka Belitung.