Presiden Prabowo Dikritik karena Rencana PPN 12 Persen pada 2025

Prediksi Pertumbuhan Aset Keuangan Syariah Global Meningkat 66 Persen di Tahun Mendatang, Kontribusi Rp 9.761 Triliun ke PDB

Rabu, 25 Desember 2024 – 22:20 WIB

Jakarta, VIVA – Kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen per 1 Januari 2025 menjadi polemik di masyarakat. Presiden Prabowo Subianto pun disarankan untuk bertindak cepat merespons besarnya penolakan masyarakat dari berbagai kalangan terkait kebijakan tersebut.

Baca Juga :


Respons Kejagung soal Denda Damai untuk Koruptor

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan, salah satu yang bisa dilakukan Kepala Negara adalah menggunakan kewenangannya untuk mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI soal membatalkan kenaikan tarif tersebut. Tersedia ruang untuk pemerintah mengajukan RAPBN Penyesuaian apabila ada perubahan kebijakan-kebijakan fiskal.

Presiden juga bisa langsung menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) guna mengakomodasi pembatalan tersebut. Hal ini menurutnya cukup legal dan realistis mengingat kenaikan tarif PPN berisiko memberatkan masyarakat dan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga :


Menko Cak Imin Sebut Tak Ada Bansos Khusus karena Kenaikan PPN Jadi 12 persen

Presiden RI Prabowo Subianto

“Intinya political will dan itu (menggunakan Perppu) bisa karena saat ini kita akui kondisi ekonomi sedang lesu dan kurang bergairah,” katanya, di Jakarta, kepada wartawan, Rabu, 25 Desember 2024.

Baca Juga :


Elite PKS Puji Program Quick Win Era Prabowo tapi Wanti-wanti Awas Kebocoran Anggaran

Esther menjelaskan, kenaikan tarif PPN bisa dilakukan oleh pemerintah selama kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat telah stabil. Sehingga kebijakan itu tak mendistorsi soliditas produk domestik bruto (PDB).

“Peran presiden untuk memutuskan dan menunda kebijakan tarif PPN ini sangat memungkinkan. Pertanyaannya, apakah hal itu mau dilakukan? Menurut saya kenaikan PPN ini bisa ditunda sampai ekonomi kita benar-benar kembali bergeliat,” jelasnya.

Lebih lanjut, menurutnya, pemerintah bisa bercermin pada Pemerintah Malaysia yang sempat menaikkan tarif PPN dan berdampak buruk pada perekonomian negara tersebut. Alhasil, Malaysia pun kembali menurunkan tarif PPN tersebut.

“Pemerintah Malaysia saja menaikkan tarif PPN kemudian setelah tahu dampak kenaikan tarif itu mengakibatkan volume ekspor turun, maka kemudian dievaluasi kebijakan itu dan diturunkan kembali tarif PPN seperti semula,” ujarnya.

Seperti diketahui, tarif PPN akan naik menjadi 12 persen mulai tahun depan. Sementara itu, pemerintah dapat menyesuaikan tarif PPN 12 persen melalui mekanisme APBN Penyesuaian/Perubahan dengan persetujuan DPR RI.

Setelah RAPBN disetujui menjadi UU APBN, Pemerintah menerbitkan PP tentang tarif PPN. Sebab, tarif PPN 12 persen telah menjadi bagian dari UU APBN 2025, yang telah disepakati bersama antara pemerintah dan DPR.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *